Selasa, 22 November 2011

Resensi dan Ikhtisar Novel Di Tengah Keluarga karya "Ajip Rosidi"



1. Resensi adalah ulasan atau penilaian terhadap sebuah karya baik itu buku, novel, majalah, komik, film, kaset, CD, VCD, maupun DVD oleh seorang peresensi.
Prinsip-prinsip dasar yang harus diperhatikan oleh seseorang dalam meresensi sebuah karya sebagai berikut.
a.       Bahasa yang digunakan harus jelas, tegas, tajam, akurat.
b.      Pilihan kata yang digunakan harus baik, tepat, dan tidak konotatif.
c.       Format dan isi resensi harus disesuaikan dengan kompetensi, minat, dan motivasi pembaca.
d.      Objektif, seimbang dan proporsional (seimbang antara kelebihan dan kelemahan) dalam menyampaikan timbangan terhadap buku atau hasil karya.
2. Pertimbangan antara hal-hal positif dan hal-hal negatif yang harus dilakukan dalam meresensi yaitu peresensi tidak boleh mengulas sebuah karya hanya dari kelebihan atau kekurangan saja tetapi harus seimbang antara kelebihan dan kekurangan suatu karya. Kelebihan dan kekurangan suatu karya adalah objek resensi, tetapi pengungkapannya haruslah merupakan penilaian objektif dan bukan menurut selera pribadi si pembuat resensi.
3. Tujuan resensi adalah memberi informasi kepada masyarakat akan kehadiran suatu karya, apakah ada hal yang baru dan penting atau hanya sekadar mengubah buku yang sudah ada dan menyampaikan kepada pada pembaca, apakah sebuah buku atau hasil karya itu layak mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.
Meresensi tidak hanya untuk sebuah karya berbentuk buku, karena peresensi juga bisa meresensi karya yang lainnya yaitu film, kaset, CD, VCD, maupun DVD.
4. Ikhtisar buku, karena proses awal kita menemukan sebuah ikhtisar dan menyusun ikhtisar suatu buku dengan membaca dan memahami buku tersebut, sehingga perlu waktu yang cukup lama untuk membuat sebuah ikhtisar buku.
Cara mengatasi kesulitan tersebut yaitu dengan membuat rencana jangka pendek atau menargetkan batas waktu untuk membaca habis buku yang akan kita resensi dan tidak lupa mencatat hal-hal penting yang menjadi alur utama cerita buku tersebut selama proses membaca dan memahami buku.
5.
a.         Latar Belakang
Kumpulan cerpen Di Tengah Keluarga lebih tepatnya disebut autobiografi seorang Ajip Rosidi. Mengangkat kisah kehidupan seorang Ajip dari kecil hingga beranjak remaja dengan segala permasalahan sosial yang timbul pada zaman pendudukan Jepang, pascakemerdekaan dan pada saat agresi militer Belanda. Pandangan-pandangan subjektif dari seorang Ajip Rosidi jelas tergambar dalam kumpulan cerpen ini, mengenai keluarga, kehidupan masyarakat desa dan kota, dan sekelumit masalah sosial yang terjadi pada masa itu, dalam kaitan ini maka dibahaslah latar belakang kehidupan pengarang, daerah kelahirannya, latar belakang sosial ekonomi, latar belakang pendidikannya, pengalaman-pengalaman penting yang pernah dilewatinya, dan lain-lain. Karya sastra dianggap sebagai pancaran kepribadian pengarang. Gerak jiwa, pengembaraan imajinasi dan fantasi pengarang yang terlukis dalam karyanya.
Kumpulan cerpen “Di Tengah Keluarga” menampilkan sekumpulan cerita dari sosok Ajip yang sedari kecil sudah dihadapkan pada masalah-masalah keluarga yang rumit akibat perceraian. Latar belakang sosial, ekonomi dan tempat kejadian cerita, secara teratur dan terangkum dalam cerpen ini.
“Di Tengah Keluarga” merupakan judul dan subjudul dalam kumpulan cerpen Ajip Rosidi yang terbit pada tahun 1956. Kumpulan cerpen setebal 139 halaman ini memuat kisah kehidupan seorang Ajip dari mulai kanak-kanak hingga mulai beranjak remaja yang penuh suka dan duka. Terdiri dari dua bagian, yang pertama berjudul Hari-Hari Punya Malam  terdiri dari enam cerpen yang berisikan kedukaan hidup seorang Ajip Rosidi yang berada di antara dua keluarga yang berantakan akibat perceraian. Hingga jadilah Ajip seorang anak yang besar di antara kekacauan keluarga tersebut.
Menjadi putra sulung dan cucu sulung dari keluarga ayahnya, menjadikan Ajip punya tanggungan hidup lebih besar bahwa kelak dia harus sukses dan sanggup membahagiakan ibu dan kakek-neneknya karena ayah Ajip lebih perhatian terhadap istrinya, yaitu ibu tiri Ajip yang dikenal kejam dan tidak berperikemanusiaan sehingga benih-benih kebencian pun semakin tumbuh dalam diri seorang Ajip. Bagaimana tidak, ayah yang mempunyai pangkat sebagai seorang guru yang gajinya cukup untuk menghidupi 4 keluarga dengan tega menelantarkan anak dan orangtuanya sendiri sehingga wajar kalau nenek Ajip pernah berujar bahwa mungkin ayah Ajip telah terkena guna-guna oleh ibu tirinya tersebut sehingga ayah Ajip sangat penurut sekali mengikuti segala kemauan ibu tiri ajip.

b. Identitas Buku

Judul                      : Di Tengah Keluarga
Penulis                   : Ajip Rusidi
Penerbit                  : PT Dunia Pustaka Jaya
Tahun Terbit          : 1956
Halaman                 : 139
Tebal Buku            : 1 cm
Sampul Buku         : Putih, gambar para tokoh berwarna merah di tengah sampul buku
Jenis Buku             : Fiksi/Sastra

c. Ikhtisar Buku
Pada kumpulan cerpen bagian kedua yang berjudul “Hari-hari Punya Malam” terdapat lima pengisahan yaitu Kejayaanku, Di Tengah Keluarga, Jati tak Berbunga Lagi, Sepeda, Kutukan.
Pada bagian pertama kumpulan cerpen ini diberi judul “Kekajaanku”. Maksud dari Kekayaanku di sini bukan dalam  arti bergelimang harta dengan segala kemewahannya, tapi tiada lain adalah bahwa Ajip mempunyai keluarga yang banyak. Kekayaan dalam ibu tiri, ayah tiri, dan saudara tiri. Dalam usianya yang masih kecil Ajip dihadapkan pada persoalan-persoalan yang sangat rumit sehingga membentuk pola perilaku Ajip kedepannya. Dalam cerpen ini juga disebutkan bagaimana ibu tiri Ajip yang sangat pelit dan kejam yang tidak memperhatikan mertuanya sehingga hidup dalam kesusahan dan tentunya Ajip sendiri sebagai anak tiri dari ayah. Sikap Ajip yang tadinya biasa-biasa saja pada ibu tirinya tersebut berubah menjadi benih-benih kebencian yang semakin hari semakin tumbuh subur. Ditambah lagi mendengar cerita-cerita yang berkembang di masyarakat tentang kejahatan ibu tiri yang suka menggodok anaknya sehingga pandangan Ajip kepada sosok ibu tiri pun secara tidak langsung berubah karena adanya stigma negatif melalui cerita yang berkembang di masyarakat.
Cerpen kedua diberi judul “Di Tengah Keluarga”. Kiranya judul ini mewakili cerita keseluruhan dari kumpulan cerpen ini dimana ajip memang benar-benar hidup diantara keluarga ayah dan ibu ajip yang sudah berpisah sehingga hidup ajip kadang terlunta-lunta dan tak cukup diperhatikan oleh keduanya. Jadilah ajip mendapatkan perhatian lebih dari sang nenek yang selalu memanjakannya dengan makanan-makanan yang enak terlebih ketika ajip sekolah di kota dan jarang pulang. Keruwetan keluarga Ajip semakin bertambah manakala kakek Ajip (kakek tiri dari ayah tiri Ajip) kawin lagi dengan bibi Ajip. Dengan kondisi yang demikian, semakin komplekslah masalah yang dihadapi Ajip. Di usianya yang masih belia Ajip sudah dihadapkan dengan keadaan keluarga yang boleh dibilang carut marut dan kurang mendapat perhatian dari kedua orang tuanya terutama ayahnya. Sikap saling salah menyalahkan antar keduanya (ibu dan ayah kandung Ajip) membuat Ajip berada dalam ketidakpastian dan kebingungan dalam memilih keduanya.
Cerpen ketiga yakni “Jati Tak Berbunga Lagi”. Pada awalnya cerpen ini mendeskripsikan tentang asal-usul Jatiwangi. Keadaan sosiokultural masyarakat disana yang beragam ada Jawa dan Sunda. Bahkan Ajip sendiri merupakan keturunan dari ayah Sunda dan ibu Jawa. Ajip lebih kerasan dengan bahasa Sunda karena pada waktu itu bahasa Sunda banyak diajarkan di sekolah-sekolah dan juga banyak sekali buku-buku bahasa Sunda yang beredar di perpustakaan. Namun tidak kalah penting juga bahwa di dalam cerpen ini berkisah tentang buyut Ajip dari keluarga ibunya yang setiap pulang liburan disarankannya Ajip untuk berkunjung ke rumah buyutnya. Di sinilah ketidakpedulian seorang Ajip mulai terlihat. Sampai pada suatu ketika didapatinya buyutnya sudah tiada. Tak sedikitpun Ajip mengeluarkan air mata. Karena menganggapnya sudah biasa. Meninggalnya bujut Ajip tak membuatnya sedih ataupun menangis. Bahkan Ajip lebih mengatakan bahwa itu adalah hal yang biasa. Maksud biasa disini adalah karena Ajip sudah jenuh dengan keluhan-keluhan yang ia dapatkan dari sana sini sehingga tiada tempat baginya untuk mencurahkan keluh-kesahnya sendiri.
Cerpen keempat yakni “Sepeda”. Pada bagian ini menceritakan tentang tekad yang keras seorang Ajip untuk bisa mengendarai sepeda, hingga pada akhirnya Ajip bisa mengendarai sepada yang berukuran lebih besar dari besar tubuhnya. Tetapi perjuangan Ajip tidak sampai disitu, banyak cobaan Ajip untuk memiliki sepeda yang berukuran dua puluh empat inci itu. Dimulai dari Ajip harus meminta maaf kepada ibu tiri yang sangat dibencinya, hingga harus bersabar sekian lama untuk menunggu sepeda yang diinginkan. Tetapi pada saat sepeda itu telah Ajip miliki hanya beberapa minggu saja Ajip merawatnya dengan benar minggu berikutnya Ajip pun menghiraukan sepedanya yang kotor karena jarang dirawat.
Cerpen kelima yakni “Kutukan”. Pada bagian ini menceritakan tentang kisah nenek dan kakek Ajip yang selalu berkeluh kesah kepada Ajip karena prilaku ayahnya yang sangat tunduk sekali kepada istriya (ibu tiri Ajip), karena ketundukkan ayahnya itu sehingga nenek dan kakek Ajip merasa dirinya telah dicampakan oleh anak yang sedari kecil mereka rawat dan sekolahkan dengan baik meskipun pada jaman itu keadaan ekonomi mereka sangat terbatas, tetapi dikala ayah ajip sukses. Dia tidak membalas pengorbanan ayah dan ibunya. Sehingga ayah dan ibu ajib pun harus berusaha keras untuk mencari makan.
Pada kumpulan cerpen bagian kedua yang berjudul “Hari-hari Punya Siang” terdapat empat pengisahan, yaitu Seorang Jepang, Temanku Pergi Belajar, Koja, dan Hari Ini Aku Punya.
Ajip menceritakan kisah-kisang manis dengan memberitakan apa yang ia senangi berupa bahan nostalgianya ketika masih kanak-kanak. Pada cerpen pertama Seorang Jepang, mengenai kedatangan seorang Jepang ke tengah-tengah keluarga Ajip. Yang pada awalanya Ajip menyukai kedatangan orang Jepang tersebut karena dengan bangga rumah kakeknya selalu dikunjungi, di tambah ia dengan mudah mendapatkan apa yang ia inginkan, karena pemberian dari orang Jepang itu, walaupun sebenarnya dalam lubuk hati Ajip ia sulit menerima kedekatan ibunya dengan Mitsu (orang Jepang). Itulah salah satu karakter anak yang dipaparkan oleh Ajip, dengan keluguan semasa kecilnya. Namun tidak luput dari histori yang berkaitan dengan lingkungan sosialnya, seperti adanya Jepang dan keadaan masyarakat pada masa tersebut.
Anak-anak yang digambarkan oleh Ajip dalam kumpulan cerpen bagian kedua ini penuh dengan keriangan, kesedihan, canda, dan kepedulaian seorang anak terhadap teman bermain yang sangat jelas Ajip kisahkan dalam cerpen-cerpen tersebut. Dapat dilihat dalam cerpen Temanku Pergi Belajar bahwa walaupun kehidupan si teman begitu sulit tapi ia tetap bisa tertawa dan bercanda bersama Ajip, bahkan justru sebaliknya Ajip selalu ia hibur manakala sakit ataupun bersedih ketika diperolokkan.
Koja pada bagian ini Ajip dan neneknya berniat ingin pergi menuju rumah bi Rusih yang merawat kebun dan binatang ternak kepunyaan nenek ajip dan kemudian nenek ajip mempunyai maksud ingin memberitahu kepada bu Rusih untuk menyembelih binatang ternak nenek ajip tersebut. Mereka melewati pohon tebu yang rimbun dan lebat yang membuat rasa ingin ajip untuk memotong sedikit dari pohon tebu yang rimbun tersebut. Ketika itulah ajip dan neneknya bertemu dengan Mang Memet (centeng di Perkebunan tebu tersebut sekaligus adik dari ibu Rusih). Mang Memet pun mengantarkan ajip dan neneknya sampai ke rumah ibu Rusih.
Hari ini aku Punya. Pada bagian ini pula terjadi permasalahan ketika ajib dan kawan-kawannya pergi ke Cikeruh tanpa sepengetahuan nenek ajip. Ketika itu masalah kembali muncul, ketika ajip terseret arus air yang begitu besar. Kenakalan ajip yang tidak mendengarkan nasihat neneknya itu berbuah malapetaka. Lagi-lagi ajipun mendapatkan omelan dari neneknya.

d. Kelebihan dan Kekurangan Buku

1.      Kelebihan dalam buku ini sebagai berikut.
v  Latar belakang sosial, ekonomi dan tempat kejadian cerita, secara teratur dan terangkum dalam cerpen ini.
v  Penokohan/karakter dalam buku ini sangat kental, sehingga terlihat jelas dalam penggambaaran melalui ekspresi dan tingkah laku.
v  Cerita yang menarik, karena tidak dibuat-buat, wajar, dan tidak berkedok.
v  Menggambarkan perjuangan keras seorang ajip dalam menggapai cita-citanya, hingga dia berhasil mencapainya. Hal ini dapat meninspirasi para pembaca agar selalu pantang putus asa dalam mencapai cita-cita.
v  Banyak hal-hal baru yang belum pernah kita dengar sebelumnya, sehingga buku ini menarik untuk dibaca

2.      Kekurangan dalam buku ini sebagai berikut.
v  Penulis menggunakan Bahasa Indonesia yang terlalu berbelit-belit.
v  Sampul buku yang kurang menarik.
v  Ada beberapa bahasa yang kurang dimengerti.
v  Tidak mempunyai akhir cerita yang jelas.
v  Terdapat ejaan kata yang salah dalam penulisan buku ini.
e. Pendapat Peresensi
Buku ini sangat memperlihatkan kepada kita bagaimana cara menyikapi kehidupan yang terkadang sulit untuk diterima akal sehat. Buku ini pula mengajarkan bagaimana cara kita untuk menggunakan kesempatan dengan sebaik mungkin, hingga kita tidak menyesal pada akhir waktu. Buku ini pun sangat baik sehingga seseorang yang membacanya dapat memperdalam bagaimana caranya agar lebih memperdalam bahasa yang dapat membuat para penikmat buku ini masuk kedalam alur cerita yang sangat kental dengan banyaknya permasalahan-permasalahan yang harus Ajip hadapi hingga dia menjadi anak yang lebih kuat dari sebelumya.
Sebaiknya penulis memperbanyak buku ini, karena buku ini dapat mendukung masyarakat biasa untuk hidup tegar dan selalu berusaha seperti dalam tokoh utama cerita ini yaitu Ajip. Penulis juga sebaiknya membuat akhir cerita yang jelas, hingga tidak membuat tanda tanya besar dalam pikiran si pembaca.
f. Penyuntingan Bahasa
·         Terdapat banyak dari penulisan kata penghubung yang kurang tepat terutama pada awal kalimat, penulis sering menulis awal kalimat dengan konjungsi yang terletak di awal kalimat.
Contonya : Yang harus kukatakan (hlm.9), Dan kebencian itu makin (hlm.16),
·         Penulis juga sering mencantumkan bahasa-bahasa yang kurang dapat dimengerti oleh orang awam.
Contohya : telah dikemat (hlm.17), gundik jepang (hlm.74), Jangat (hlm.126), naik Trem-gonceng (hlm.48), derum (hlm.80)
·         Penulisan titik dua (:) yang kurang tepat juga terdapat pada karya buku ini yang seharusnya tidak perlu menggunakan tanda titik dua (:)
Contohnya : dalam tajug: Qur’an (hlm.37), ke Cingcalayang: ibu di atas (hlm.47), aku dibikinnya: sepedaku (hlm.55), bangga: tak ada kritik (hlm.77)
·         Ejaan kata yang tidak benar dalam cerita.
Contohnya : tebese (hlm.10) seharusnya TBC, dia cuma membilangi (hlm.130) seharusnya dia hanya mengatakan, memrotes (hlm.58) seharusnya memprotes, kulengoskan (hlm.82) seharusnya kualihkan

g. Unsur Intrinsik
1.Tema
Kumpulan cerpen “Di Tengah Keluarga” menampilkan sekumpulan cerita dari sosok Ajip yang sedari kecil sudah dihadapkan pada masalah-masalah keluarga yang rumit akibat perceraian. Latar belakang sosial, ekonomi dan tempat kejadian cerita, secara teratur dan terangkum dalam cerpen ini.

2. Latar
Latar tempat yang terdapat dalam buku ini yaitu Rumah Nenek Ajip, Kota Kewedanan, Mushola, Jati Wangi, Cangcalayang, Sekolah, Rumah Pak Lurah, Ruamh Bu Rusih, Kebun Tebu, Sungai Cikeruh dan Sawah, Rumah .

3. Penokohan dan Perwatakan
Ajip              : pantang menyerah, gigih, sabar, rajin
Nenek Ajip   : baik, bijaksana, penuh kasih sayang, sabar, pasrah
Ayah Ajip     : terlalu tunduk pada ibu tiri ajib, lemah, tidak tegas, keras kepala, egois, tidak adil
Ibu Ajip        : baik, egois
Ibu Tiri Ajip : pemarah, cengeng, tidak adil, tidak mempunyai rasa kasih sayang, pelit, sombong, angkuh
Kakek Ajip   : selalu mengeluh, pekerja keras, baik
Mang Memet: baik, tegas, bersahabat, bijaksana
Bu Rusih      : baik, perhatian
Mak Impen   : baik, penuh kasih sayang, bijaksana
Mapi             : jahat, sombong, selalu berkata bohong

4. Alur
Dalam buku ini menggunakan alur gabungan (alur maju dan mundur). Alur maju ketika pengarang menceritakan dari mulai kecil sampai dewasa dan alur mundur ketika menceritakan peristiwa waktu kecil pada saat sekarang/dewasa.

5. Gaya Penulisan
Gaya penulisan buku ini menggunakan ejaan bahasa Indonesia lama. Setiap kata memiliki arti yang sangat dalam sehingga pikiran pembaca akan masuk kedalam cerita. Penulis juga menyelipkan beberapa penjelasan kata didalam paragraf tersebut.

6.  Amanat
Amanat yang disampaikan dalam buku Di Tengah Keluarga ini adalah jangan berhenti berusaha keras demi menggapai cita-cita dan jangan pernah merasa putus asa ketika cobaan terus menghampiri diri kita. Pada  prinsipnya manusia tidak akan pernah bisa untuk lepas dari sebuah permasalahan dalam hidupnya, kita pun sebagai manusia harus terus berusaha untuk tidak cepat putus asa dalam menghadapi permasalahan hidup.

7.  Sudut Pandang
Sudut pandang cerita ini adalah orang pertama (aku). Dimana penulis memposisikan dirinya sebagai tokoh utama dalam cerita.


h. Unsur Ekstrinsik
1. Nilai Moral
Nilai moral pada novel ini sangat kental. Sifat-sifat yang tergambar menunjukkan rasa semangat dan kegigihan seorang Ajip dalam menyikapi kerasnya kehidupan. Tokoh utama digambarkan sebagai sosok remaja yang mempunyai tekad dan semangat yang tinggi.
2. Nilai Sosial
Cerita ini memiliki nilai sosial yang kurang baik. Hal ini terlihat pada Ibu Tiri Ajip yang berlaku tidak adil pada Ajip dan keluarga dari ayah ajip terutama nenek dan kakek ajip.Terlihat pula pada prilaku teman ajip yaitu Mapi yang berbohong kepada masyarakat tentang ajip, dan ketika nenek ajip yang terpaksa mencuri tebu karena ajip yang memaksa.
3. Nilai Adat istiadat
Adat kebiasaan pada keluarga ketika anak kecil tidak boleh mencampuri urusan orang tua, kebiasaan menyewakan lahan pertanian untuk beberapa tahun, dan peraturan yang sangat kental ketika suku sunda dan suku jawa dilarang untuk hidup bersama-sama.
4. Nilai Agama
Nilai agama pada cerita ini juga terlihat ketika kekek ajip sering menempati mushola yang berada di samping rumahnya.